Membentuk Kepribadian Yang Baik

Membentuk Kepribadian Yang Baik

Attāna ce piya jaññā
Rakkheyya naṁ surakkhitaṁ
Tiṇṇaṁ aññataraṁ yāmaṁ
Paṭijaggeyya paṇḍito

Apabila seseorang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Orang bijaksana seharusnya waspada, di dalam tiga periode dalam kehidupannya. (Dhp XII, 157)

Setiap orang adalah individu yang unik karena masing-masing memiliki perbedaan dengan individu lainnya, baik dari segi fisik maupun mentalnya. Perbedaan-perbedaan seperti bentuk mata, telinga, rambut dan sebagainya menjadi ciri khas yang membedakannya dengan individu yang lain, begitu pula dengan watak/karakter atau kepribadiannya. Watak atau kepribadian adalah salah satu unsur yang mempengaruhi kehidupan seseorang, baik secara pribadi maupun hubungan sosial dengan masyarakat. Kepribadian yang baik tentunya memberi pengaruh yang baik bagi diri sendiri dan lingkungan serta menentukan suatu keberhasilan, namun sebaliknya jika seseorang memiliki kepribadian yang buruk. Oleh karena itu, seseorang perlu memiliki kepribadian yang baik dengan membiasakan diri untuk melakukan hal yang baik/positif dan berupaya untuk mengikis dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk. 

Kepribadian atau dikenal dengan istilah personality berasal dari kata latin “persona” yang berarti topeng atau kedok, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang (Haryanto, 2010). Kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku seseorang yang tampak dalam bentuk tingkah laku yang tampak pada orang lain. Pembentukan kepribadian pada diri seseorang umumnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam diri dan dari luar diri. Faktor dari dalam diri biasanya dipengaruhi oleh kondisi fisik seperti keadaan gemuk, kurus, berbadan lemah dan sebagainya atau kondisi mental, misalnya intelegensi atau emosionalitas, bakat atau hambatan mental. Sedangkan pembentukan kepribadian yang dipengaruhi oleh faktor dari luar antara lain, yakni kondisi keluarga, masyarakat lingkungan sekitar, dan sifat budaya yang berlaku pada waktu itu serta kondisi alam sekitarnya.

Kepribadian dalam konsep ajaran Sang Buddha adalah membicarakan watak atau Carita. Menurut Sang Buddha bahwa watak manusia pada umumnya terbagi dalam 7 Jenis, yaitu watak yang sangat kuat ada enam jenis dan satu jenis watak campuran. Ketujuh jenis watak atau Carita adalah : Pertama,  Watak memiliki nafsu besar (Raga Carita) adalah mereka yang sensitif dengan nilai-nilai keindahan dan keharmonisan, mudah sekali terpengaruh oleh kecantikan wanita, ketampanan pria, keindahan musik, literatur dan lain-lainnya. Pada umumnya bagi orang yang memiliki watak  Raga Caritta ini adalah mengutamakan pemuasan nafsu indria, pemuasan terhadap keserakahan, mudah tertarik kepada sesuatu yang gemerlapan.  Kedua, Watak penuh dengan kebencian (Dosa Carita) adalah mereka yang mudah tersinggung (walaupun hanya terkena hasutan sekecil apapun), mereka mudah sekali tersinggung, bosan, jengkel, marah, cemburu, iri hati, membenci, dendam. Ketiga, Watak ketidaktahuan (Moha Carita) adalah mereka yang ditandai dengan kurangnya kekuatan kecerdasan. Ia harus diimbangi dengan usaha-usaha belajar serta berguru kepada orang yang mulia/bijak. Keempat, Watak penuh kekhawatiran (Vitakka Carita) adalah mereka yang sering mengalami kecemasan terhadap kesulitan-kesulitan yang mereka alami, mudah berubah prinsip, dan tidak memiliki pendirian yant tetap . Kelima, Watak mudah percaya (Saddha Caritta) adalah tanda dari kurangnya kecerdasan, mudah menerima informasi dan mudah percaya walaupun belum tentu kebenarannya. Keenam, Watak Pandai/pintar/Intelek (Buddhi Caritta) adalah tidak selalu memberikan keuntungan bagi dirinya, bahkan mungkin kelebihan dari mereka menjadi suatu kerugian bagi dirinya apabila tanpa suatu sikap batin yang pantas berdasarkan pada pengetahuan dan pikiran yang benar. Kecerdasan yang telah dimilikinya harus disertai dengan pikiran dan pengertian yang benar untuk menjadi seorang yang  bijak dan ketujuh, Watak campuran/kombinasi (Sabba Caritta) biasanya salah satu dari watak campuran tersebut ada sedikit yang menonjol, walaupun sebentar.

Sesuai dengan watak/carita yang dimiliki seseorang berkembang kepribadiannya menjadi dirinya sendiri dan membentuk kepribadian yang berbeda dengan yang lainnya. Namun demikian, bukan berarti kepribadian tersebut tidak dapat diubah menjadi kepribadian yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya memperjuangkan pengubahan kepribadian dalam diri seseorang, maka seseorang harus mampu mengenali diri pribadinya terlebih dahulu dengan benar. Dalam Aguttara Nikāya (X, 51) bahwa pemeriksaan diri sendiri dapat disamakan seperti:

“seorang wanita atau pria, yang masih muda dan menyukai perhiasan, akan melihat wajah mereka di cermin yang bersih dan cemerlang atau di mangkuk yang berisi air jernih. Jika mereka kemudian melihat debu atau kotoran, mereka akan berusaha keras untuk menyingkirkannya. Tetapi apabila tidak ada debu atau kotoran yang terlihat, mereka akan merasa senang. Dan karena keinginan mereka terpenuhi, mereka akan berpikir, "Bagus sekali! Aku bersih!" Demikian pula, para bhikkhu, bagi seorang bhikkhu pemeriksaan diri sendiri sangat membantu untuk pertumbuhan kualitas-kualitas yang bajik: "Apakah aku sering iri hati, atau sering tidak iri hati? Apakah aku sering mempunyai niat jahat di hatiku, atau sering bebas darinya? Apakah aku sering berkubang di dalam kemalasan dan kelambanan, atau sering bebas darinya? Apakah emosiku sering bergejolak, atau sering bebas darinya? Apakah aku sering berada di dalam keraguan atau sering bebas darinya? Apakah aku sering marah, atau sering bebas dari kemarahan? Apakah pikiranku sering terkotori dengan pemikiran-pemikiran yang tak-bajik, atau sering bebas dari kekotoran batin? Apakah tubuhku sering gelisah, atau sering bebas dari kegelisahan? Apakah aku sering malas, atau sering bersemangat? Apakah aku sering tidak terkonsentrasi, atau sering terkonsentrasi?" Bila dengan memeriksa dirinya seperti ini, seorang bhikkhu menyadari bahwa dia sering iri hati, penuh niat jahat, lamban, bergejolak, ragu, marah, kotor secara mental, gelisah secara fisik, malas dan tidak terkonsentrasi, maka dia harus mengerahkan segenap semangat dan energinya, daya dan upayanya, serta kewaspadaan yang tak terputus dan pemahamannya yang jernih, untuk meninggalkan semua kualitas yang jahat dan tak-bajik itu.

        Melalui pengolahan batin (pikiran) maka seseorang yang ingin mengubah wataknya, harus dapat mencari obyek yang sesuai agar perkembangan batin dapat meningkat. Bagi seseorang yang berwatak Raga Caritta dan berkeinginan merubah agar berhasil maka seseorang harus mencari obyek yang bertolak belakang dengan obyek yang menimbulkan hawa nafsu, misalnya mengambil obyek yang menjijikan (Mayat membusuk). Secara otomatis bahwa ketika kesadaran yang penuh dengan nafsu maka akan jatuh dan memberikan kesempatan kepada pikirannya untuk dapat terpusat dan hawa nafsu tidak berkembang. Pikiran akan menjadi tenang, penuh kesabaran dan lainnya. Kalau setiap saat dilakukan maka akan menjadi kebiasaan yang baik dan kepribadian yang semula penuh dengan nafsu-nafsu berubah menjadi kepribadian yang sabar, penuh ketenangan dan lainnya. Bagi mereka yang berwatak penuh dengan kebencian (Dosa Carita) maka obyek yang harus diambil adalah tentang warna merah, putih, biru, kuning dan Apamanna empat (Metta atau cinta kasih, Karuna atau belas kasihan, Mudita atau simpati  dan Upekkha atau keseimbangan batin). Bagi mereka yang memiliki watak kebodohan  (Moha Carita) dan mereka yang memiliki watak kekhawatiran (Vittaka Carita) maka obyek yang harus dipakai adalah pernafasan (Memperhatikan proses keluar dan masuknya nafas tanpa memberikan komentar).  Sedangkan bagi mereka yang memiliki watak mudah percaya (Saddha Carita) obyek yang harus diambil adalah perenungan kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, Sila, Caga dan Dewata. Untuk mereka yang berwatak Buddhi Carita maka obyek yang harus diambil adalah : Perhatian kepada kematian (Maranasati), Perenungan terhadap ketenangan (Upasamanussati), Perenungan terhadap makanan (Aharepatikulasanna) dan analisa terhadap empat unsur yang membentuk tubuh (Catudhatuvavatthana). Sedangkan orang yang memiliki watak campuran atau kombinasi antara lain dapat mengambil obyek : Zat padat (Pathavi), Zat Cair (Apo), Zat panas (Tejo) dan Zat angin/gerak (Vayo), Ruang (Akasa) dan Sinar (Aloka).

           Keberhasilan dalam bermeditasi untuk mengembangkan dirinya agar watak dapat berfungsi menjadi lebih baik, masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar dirinya, seperti tempat, waktu, keluarga, posisi tubuh, rintangan-rintangan batin lainnya. Oleh karena itu, untuk menjadi pribadi yang baik, selain mengembangkan diri dengan melatih meditasi, seseorang juga perlu mulai berucap, bersikap dan bertingkah laku yang baik sebagai cerminan dari pikiran yang baik sehingga kebahagiaan dan kesejahteraan tercapai.

Referensi
Haryanto. 2010. “Pengertian Kepribadian (Personality)”  http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepribadian/ .
suyantopuro.files.wordpress.com/2011/02/profesi-guru.doc‎


Yayasan Dhammadīpa Āramā. Dhammapada. Jakarta. 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar